Satu lagi media sosial kelas dunia yang tumbang, yaitu BBM (BlackBerry Messenger). Sekali lagi perkembangan teknologi menghantam satu perusahaan besar yang sudah berdiri selama 14 tahun. Fenomena hancurnya BBM tentu memberikan banyak pelajaran bagi kita semua.
Tentu BBM bukanlah media sosial yang pertama hancur. Sebut saja yang baru terjadi, yaitu Google plus. Layanan Google Plus sudah pensiun pada Desember 2018 kemarin. Sebenarnya, sejauh apa sih media sosial bisa berkembang?
Tidak bisa dipungkiri, media sosial sudah menjadi bagian dari kehidupan umat manusia. Mulai dari kegiatan besar seperti NASA dan korporasi multinasional sampai kegiatan remeh anak-anak alay jaman now, semua bisa kita temukan di media sosial.
Apa sih keinginan pengguna media sosial?
Sebenarnya tidak banyak yang harus disediakan media sosial bagi para penggunanya. Kita lihat saja Instagram, jika dibandingkan dengan BBM tentu saja Instagram jauh lebih sederhana. Instagram tidak menyajikan emoji khusus di chat, fitur PING!, sampai pembuatan channel-channel yang sangat kompleks.
Berdasarkan beberapa keluhan yang berkeliaran di media sosial lain seperti Twitter dan Instagram, salah satu penyebab BBM tumbang adalah ukuran APK yang terlalu besar. Tapi, apa itu penyebabnya? LINE juga besar loh!
Sepertinya bukan itu fokusnya, namun lebih ke kenyamanan pengguna. BBM mengharuskan pengguna menghafal 6 digit PIN random untuk saling menambahkan teman. Ini menjadi kunci kekalahan BBM terhadap WhatsApp! WhatsApp tentu jauh lebih praktis karena hanya membutuhkan nomor telepon saja.
Memang, BBM sudah merilis fitur Custom PIN bebas sejak tahun 2017, namun itu sudah sangat terlambat. Mengingat pengguna sosial media lain sudah terlanjur meledak. Coba fitur ini rilis pada tahun 2010, mungkin berbeda cerita...
Kenapa bukan Facebook yang tumbang?
Kalau kita lihat, Facebook menjadi media sosial terlebih dahulu dan pernah mengalami masa sepi. Masalah spam pun tidak jauh lebih baik dibandingkan BBM, karena saya pun sering mendapatkan spam yang parah di Facebook. Apa yang membuat Facebook bertahan?
Baca juga : Mengenal Apa Itu Innovator Dilemma Dan Disruptive Innovation
Tentu saja karena Facebook jauh lebih jeli melihat peluang. Facebook bisa mengambil alih Instagram dan Whatsapp di waktu yang tepat, sehingga kedua aplikasi itu bisa menyokong dan mengibarkan kembali nama Facebook yang sempat pudar. Facebook juga lebih ramah kepada influencer dan pegiat media sosial.
Kebutuhan Lintas Platform
BBM sempat memandang rendah Android dan iOS dengan mempertahankan eksklusivitas aplikasinya di Blackberry OS. Boleh saja, tidak ada yang salah. Masalahnya, apa yang membuat BBM seyakin itu sampai-sampai mereka tidak memperkirakan kalau kompetitor akan merilis aplikasi dengan fitur yang sama, dan bahkan jauh lebih powerful?
Pada tahun 2013, BBM membuang ideologi eksklusifnya dan akhirnya merilis aplikasi BBM for iOS dan Android. Namun sekali lagi ada kesalahan, yaitu aplikasinya yang terlalu berat dan menghabiskan memori. Saya pernah membandingkan WhatsApp dan BBM, dan memang BBM memakan memori jauh lebih banyak. Padahal, pengguna Android dikuasai oleh entry level yang tentu saja kemampuan gadget-nya pas-pasan.
Lalu bagaimana sih media sosial yang ideal?
Mungkin sampai sekarang masih belum ada yang tahu bagaimana bentuk media sosial yang ideal. Bahkan semua aplikasi pun masih menyediakan update rutin setiap hari. Bahkan raksasa seperti Google pun tidak bisa menjamin bisa membuat media sosial yang sempurna, terbukti dengan jatuhnya Google Plus (saya menjadi kesulitan menyinkronisasikan data blog Google Plus dengan blogger...).
Di dunia teknologi, sepertinya tak ada yang tidak mungkin. Sekarang, raksasa pun bisa ditumbangkan oleh pendatang baru jika sang raksasa tidak jeli terhadap perkembangan. Yah, saya pun turut terkejut terhadap berita penutupan BBM. Semoga ini juga bisa jadi pelajaran untuk kita semua.
Post a Comment for "Sejauh Mana Sosial Media Bisa Berkembang dan Bertahan?"
No spam please! Be a good netizen. Komentar dengan link aktif akan dihapus oleh admin blog.