Seperti yang sudah kita ketahui, setiap media pasti harus memproduksi berita yang laku di pasaran agar dapat mendapatkan pengguna dalam jumlah besar dan meningkatkan penghasilan.
Pembagian konten pun dibagi menjadi dua antara konten positif dan konten negatif. Konten positif adalah konten yang dibuat untuk tujuan konstruktif seperti liputan atau wawancara sedangkan konten negatif adalah konten yang sarat akan kritikan atau yang paling parah, ujaran kebencian yang sedang merebak akhir-akhir ini.
Mayoritas masyarakat Indonesia masih menggunakan dasar emosi dalam menelaah berita, sehingga kita kerap kali menjumpai orang yang membagikan konten yang belum tentu bisa dipertanggung jawabkan isinya terlebih dahulu.
Konten negatif, adalah konten yang sangat sensitif dan memancing emosi serta bersifat kontroversial. Melihat sifat masyarakat negara ini di paragraf sebelumnya, maka konten negatif dapat menyebar dengan cepat bahkan sesaat setelah konten dibuat sekalipun.
Sebagai contoh adalah ketika ada konten negatif yang berisi tentang artikel "anti vaksin". Di sana juga mencatut nama seorang dokter yang tidak diketahui asal-usulnya (dr. Bernard Mahfoudz) yang ternyata merupakan dokter fiktif. Konten tersebut langsung viral dan dibagikan ribuan kali serta mengundang berbagai pendapat (dimana tidak sedikit juga orang yang langsung percaya dengan apa yang ditulis di sana karena mengikuti kondisi emosionalnya).
Tentu saja konten "anti vaksin" ini sangat menyesatkan dan berbahaya bagi banyak orang jika dibiarkan. Nah, di sini kita bisa lihat perbedaan kecepatan penyebaran konten negatif "anti vaksin" dengan penyebaran konten positif "Penyuluhan Vaksin", dimana penyebaran berita tentang klarifikasi vaksin berjalan sangat lambat.
Meskipun konten positif disajikan dengan dukungan data dan fakta yang kuat, tetap saja penyebarannya lambat karena membutuhkan logika dan pengetahuan untuk memahami tulisan tersebut dan bukannya sekadar emosi. Kebalikan dengan konten negatif yang sarat akan tulisan emosional yang seringkali tidak memiliki dasar apapun.
Dan tentu saja, jika anda bertanya apa tujuannya membuat berita atau konten negatif? Maka jawabannya adalah lagi-lagi soal uang. Dengan memproduksi konten berdasar "asalkan disukai massa" maka pembaca akan berdatangan dalam jumlah besar dan penghasilan redaksi pun meningkat, terlepas berita yang diterbitkan dapat dipertanggungjawabkan atau tidak.
Apalagi jika yang membagikan berasal dari komunitas atau perkumpulan tertentu, maka akan semakin cepat dan dahsyat pula efek dan penyebarannya.
Bagaimana penaggulangan penyebaran konten negatif?
Dari pihak pemerintah sendiri sebenarnya sudah mulai untuk memberantas penyebaran konten negatif yang sudah tidak terkendali. Salah satunya dengan menggunakan UU ITE, yang akan menjerat orang yang membuat dan atau menyebarkan berita palsu dan ujaran kebencian. Selain UU ITE, pemerintah juga sudah gencar untuk memblokir situs-situs yang berpotensi menyebarkan konten negatif.
Kita tentu tidak hanya bisa mengandalkan pemerintah saja. Salah satu semboyan yang harus kita pegang adalah "Hentikan membuat orang bodoh terkenal", jangan pernah membagikan konten negatif yang tersebar di internet dan cek terlebih dahulu kebenaran sebuah berita atau artikel yang tersebar di internet. Gunakan nalar dan logika dalam membaca artikel dan berita sebelum menarik kesimpulan dari sana.
Perangi konten negatif dan ujaran kebencian dari sekarang!
Post a Comment for "Mengapa Berita Negatif Lebih Cepat Menyebar?"
No spam please! Be a good netizen. Komentar dengan link aktif akan dihapus oleh admin blog.