Akhir-akhir ini kita diperlihatkan fenomena dimana banyak perusahaan raksasa baik skala nasional maupun skala international mulai berjatuhan. Mulai dari Nokia, Yahoo, Blackberry, atau yang lebih terdahulu lagi Friendster maupun yang kancah nasional seperti Seven Eleven Indonesia, Astaga dot com, dan lain-lain.
Saya pun juga seringkali berpikir, kok bisa perusahaan sebesar itu yang notabene sudah dikenal orang atau bahkan dikenal dunia, bisa gulung tikar dan jatuh mengenaskan. Padahal, jika dilihat dari jumlah modal, jelas mungkin sudah mencapai triliunan rupiah. Tapi, mengapa bisa ambruk?
Kita ambil salah satu contoh saja, yang cukup terkenal dan baru-baru ini terjadi yaitu BBM (BlackBerry Messenger) vs WhatsApp.
Sepertinya, baru beberapa tahun yang lalu BBM (BlackBerry Messenger) booming dan hampir semua kalangan berusaha memiliki akun BBM. Bahkan ada yang mengatakan kalau gak gaul kalau tidak punya BBM (saya kala itu juga belum punya BBM). Setiap hari selalu saja ribut notifikasi BBM, apalagi kalau notifikasi PING sudah berbunyi. Sangat ramai sekali.
Namun, apa yang terjadi? Beberapa kompetitor kecil mulai menyerang. Contohnya saja WhatsApp. WhatsApp mengusung teknologi yang jauh lebih simpel yaitu hanya dengan menggunakan nomor handphone saja dan antarmuka yang jauh lebih mudah daripada BBM, fitur yang lebih lengkap (seperti free call dan free video call), dan tentunya kompatibel untuk semua sistem operasi (termasuk symbian milik Nokia). Sedangkan BBM, anda harus menggunakan handphone BlackBerry dulu baru bisa menggunakan. Terkesan sangat eksklusif. Padahal, saat itu Android dan iOS mulai bermunculan.
Dunia Terus Berkembang dan Maju |
Mungkin benar jika BBM mempertahankan eksklusivitasnya dan tidak mau memberikan layanannya untuk pengguna Android dengan memperhitungkan kalau para pengguna BBM akan tetap menggunakan HP BlackBerry dengan layanan BBMnya. Dan asumsi hanyalah asumsi, yang terjadi di lapangan malah orang-orang berbondong-bondong menggunakan WhatsApp di Android dan meninggalkan BBM dan ponsel BlackBerry.
Tentu pihak RIM (Research in Motion) selaku penyedia layanan BlackBerry menyadari hal ini, dan merubah strategi dengan menyediakan layanan BBM bagi para pengguna Android dan iOS. Sayangnya sudah cukup terlambat, karena WhatsApp keburu melakukan penetrasi pasar dengan antarmukanya yang sangat simpel dan lebih mudah (serta tanpa iklan).
Meskipun begitu, memang tampak memberikan hasil yang cukup, dimana pengguna Android dan iOS mulai berbondong-bondong menggunakan BBM kembali.
Sayangnya BBM melakukan kesalahan kedua, yaitu tidak mengembangkan aplikasi dan tetap mempertahankan model yang bisa dibilang sama sekali tidak simpel, bahkan memasukkan iklan ke dalam aplikasinya (dan jika dilihat, aplikasi BBM di Android dan iOS jauh lebih berat daripada aplikasi BBM di BlackBerry). Banyak orang sudah malas menghafalkan PIN, ID, dan Password sekaligus dan tentunya orang-orang akan memilih aplikasi social messaging yang sederhana dan ringan.
Pada akhirnya mungkin kedepannya pengguna BBM sudah habis tergerus jika pola ini terus dilakukan sedangkan WhatsApp malah semakin berjaya. Mungkin generasi penerus kita sudah tidak kenal apa itu BBM (Bahkan banyak dari murid les saya sudah tidak mengenal BBM).
Di sini BBM mengalami 2 hal, yaitu mengalami fenomena Innovator Dillema yang dilakukan BBM sendiri dan mengalami Disruptive Innovation yang dilakukan WhatsApp.
Apa itu Innovator Dilemma?
Innovator Dilemma adalah keadaan dimana suatu perusahaan mengalami stuck dan terlena dengan keadaan saat itu. Pada contoh BBM dengan WhatsApp, BBM tetap pada zona nyamannya yaitu mempertahankan eksklusivitas BBM pada ponsel BlackBerry dan tidak segera beradaptasi dengan perubahan yang dilakukan Android dan iOS.
Akibatnya, BBM kehilangan pangsa pasar yang selama ini dibangun dengan susah payah. BBM juga bisa dibilang cukup terlambat untuk memasuki Android dimana seharusnya BBM masuk ke Android sebelum WhatsApp melakukan penetrasi pasar. Kalau saja BBM lebih cepat, mungkin BBM masih berjaya sampai sekarang.
Kita ambil contoh di luar BBM dan WhatsApp. Coba kita lihat Yahoo! versus Google. Mengapa Yahoo! bisa tenggelam? Padahal search engine Yahoo! pada saat itu masih berjaya dan Google malah masih bayi serta tidak memiliki kekuatan apapun. Kalau saja saat itu Yahoo! membeli dan mengakuisisi Google, maka mungkin hari ini ceritanya lain.
Kesalahan Yahoo! adalah tetap mempertahankan search engine berbasis direktori (upload website manual), sedangkan Google menggunakan algoritma kompleks yang otomatis sehingga hasil pencarian yang dimunculkan jauh lebih baik Google daripada Yahoo!. Hal ini yang kemudian menjadi keruntuhan Yahoo!.
Selanjutnya, apa itu Disruptive Innovation?
Menurut Clayton M. Chritensen, Disruptive Innovation adalah inovasi yang mengganggu dan merubah kondisi pasar yang sedang eksis.
Jika kita mengambil contoh BBM vs WhatsApp tadi, maka WhatsApp melakukan Disruptive Innovation berupa model aplikasi yang ringan dan dukungan semua sistem operasi. Tentu saja ini sangat menggebrak pasar yang dimana aplikasi social messaging pada platform Android dan iOS sedang dalam keadaan vakum (belum ada raksasa yang masuk). Pada saat itu, LINE, KakaoTalk, Viber, dan lain-lain juga baru merintis.
Disuptive innovation ini bersifat sangat cepat dan merusak. Tidak butuh waktu bertahun-tahun bagi WhatsApp untuk melengserkan BBM dari aplikasi social messaging terfavorit di dunia.
Kita ambil contoh yang lain, tapi masih dalam lingkungan BlackBerry. Yaitu pertarungan awal BlackBerry melawan Android. Android melakukan Diruptive Innovation yang sangat dahsyat, yaitu menggunakan model sistem operasi yang bersifat Open Source dan kompatibel untuk semua alat elektronik mulai dari Handphone sampai SmartWatch dan didukung dengan sistem pemrograman yang lebih canggih dan tentu saja dilengkapi dengan update major yang sangat rutin.
Awalnya, BlackBerry hanya santai saja dan tidak menghiraukan sampai akhirnya Android menguasai dunia dan BlackBerry terancam punah, baru BlackBerry ikut mengusung sistem operasi besutan Google ini.
Penutup
Memang inovasi dan gempuran para new comers tidak bisa dibendung atau dihalangi. Secara hukum alam saja, generasi selanjutnya harus mendahului generasi sebelumnya agar dunia maju dan kehidupan terus berkembang. Satu-satunya cara bagi para pemain lama untuk mempertahankan hegemoni mereka adalah dengan ikut beradaptasi, bukannya meremehkan mereka atau bahkan malah terbuai dengan nama besar.
Post a Comment for "Mengenal Apa Itu Innovator Dilemma Dan Disruptive Innovation"
No spam please! Be a good netizen. Komentar dengan link aktif akan dihapus oleh admin blog.