Anda tentu sering membeli produk-produk makanan dan minuman ringan siap saji yang tersedia di toko, minimarket, atau supermarket terdekat. Biasanya, perusahaan food and beverages akan melakukan inovasi berupa variasi rasa atau bentuk dari produk yang mereka buat.
Sebelum melakukan variasi, tentu ada produk keluaran perdana yang biasanya disebut rasa original. Contohnya, sebelum Indomie memiliki banyak varian bentuk dan rasa mie, dulunya hanya membuat satu jenis mie dengan rasa original, dimana yang sampai saat ini masih digandrungi para pecinta Indomie dari kalangan manapun.
Ada banyak kasus di mana perusahaan berusaha untuk melakukan inovasi yang lebih baik dari produk perdananya, namun pada akhirnya harus ditarik kembali karena ternyata hasilnya lebih buruk. Salah satu contohnya adalah Coca-Cola. Dulunya, Coca-Cola mau mengganti Coca-Cola versi originalnya dengan inovasi "Resep baru" yang kemudian disebut dengan "Coca-Cola 2". Namun, sesaat setelah diluncurkan ke pasar, respon yang diberikan customer sangat buruk sehingga Coca-Cola memutuskan untuk menarik versi baru dari Coca-Cola ini dan mengembalikan resep lama dari Coca-Cola yang sebelumnya.
Ada lagi kasus dimana inovasi yang dilakukan suatu perusahaan menjadi gagal total. Yaitu inovasi yang dilakukan oleh Beng-Beng. Pada sekitar tahun 2004-an lalu, Beng-Beng memiliki 3 varian rasa baru yaitu Mint, Peanut Butter, dan Cappucino. Namun, karena peminatnya sangat sedikit, akhirnya varian rasa Beng-Beng ini ditarik semua dari pasaran.
Mengapa bisa begitu? Sebenarnya masalah ini berkaitan erat dengan cita rasa. Pada awalnya, tentu perusahaan biasanya dimulai dari perorangan terlebih dahulu dimana satu orang ini meracik resep dengan sekuat tenaga dan memiliki visi tertentu. Begitu barangnya meledak, usaha perorangan pun bisa dilanjutkan ke usaha perseroan dengan skala yang jauh lebih besar.
Variasi rasa, pada umumnya dilakukan oleh tim kreatif yang juga mungkin saja tidak diikuti oleh campur tangan pemilik usaha secara mendalam. Sehingga, varian barang yang muncul selanjutnya tidak sesuai dengan visi yang dianut oleh pemilik (Ingat, bahwa perbedaan sense antara karyawan dengan pemilik bisa sangat jauh). Ini yang mungkin menjadi indikasi kuat mengapa rasa original selalu paling enak daripada rasa yang lain apapun itu bentuknya.
Coba kita kembali ke kasus Coca-Cola. Sekarang Coca-Cola sudah hadir dalam beberapa varian dan di antaranya yaitu original dan zero. Meskipun resep diantara keduanya sepertinya hanya berbeda takaran gula yang digunakan, namun berapa banyak orang yang memilih Coca-Cola Zero? Lalu kita coba melihat varian produk lainnya yaitu Minute Maid, berapa banyak orang yang membeli Minute Maid dengan varian selain Rasa Jeruk (Versi originalnya) dan coba bandingkan dengan varian Minute Maid lainnya, mungkin saja berbeda jauh.
Kita coba melihat brand OREO. Semua tenant pihak ketiga yang menggunakan OREO sebagai topping menu tidak ada yang menggunakan varian OREO selain OREO Original. Padahal, variasi rasa OREO sangat banyak sekali. Hal ini menunjukkan kalau rasa OREO Original paling diminati daripada varian rasa lainnya.
Namun, dengan adanya fenomena ini bukan berarti lantas berhenti berinovasi. Banyak perusahaan yang bangkrut juga karena tidak melakukan inovasi apapun. Memang ini menjadi seperti buah simalakama dan mengalahkan kesuksesan produk original sepertinya masih menjadi PR bagi para inovator di perusahaan food and beverages.
Post a Comment for "Alasan Kenapa Rasa Original Selalu Paling Enak"
No spam please! Be a good netizen. Komentar dengan link aktif akan dihapus oleh admin blog.