Disini saya menggunakan kata ‘bermimpi’ karena saya adalah seorang rakyat dengan pendidikan yang pas-pasan pula dibandingkan ahli-ahli ekonomi yang sangat banyak bertebaran di tanah air kita yang kita cintai, Indonesia ini. Saya ajak pembaca untuik berandai-andai dan sangat diharapkan pula mulai sadar ‘kenapa mesti terjadi?’, mau sedikit mengambil hikmah dan terpenting ‘take action’ secara individual, kelompok kecil, bahkan secara nasional (apakah itu mungkin?).
Negara kita? |
Janganlah kita apatis terhadap diri kita, jangan kita terkunci suatu kondisi yang sebenarnya bisa kita rubah, masalah yang rumit belum tentu perlu penyelesaian yang rumit juga, yang ada mau atau tidak?
Melemahnya rupiah akhir-akhir ini membuat jantung berdebar, dan selalu terdengar itu urusan orang besar (orang berduit/investor/pemerintah), rakyat tidak tau apa-apa tetapi kenapa rakyat yang menanggungnya?. Benar-benar dilematis segelintir orang bisa membuat sengsara jutaan orang, apa benar? Mari kita lanjutkan perjalanan mimpi kita untuk mengetahui ‘obat mujarab’ dari seorang rakyat dengan akal rakyat tapi memiliki sedikit keberanian mengulas walaupun sekedar lewat mimpi.
Mari kita buka takbir mimpi kita secara ikhlas dan mau melakukan perubahan di kehidupan nyata:
I. Tidak korupsi
Korupsi suatu tindakan meraup kekayaan sebesar-besarnya tanpa mengindahkan kerugian yang diderita oleh pihak lain (negara maupun invidual). Habis korupsi dibelikan kerupuk 10 kontainer itu tidak akan berdampak ekonomi malah meningkatkan produktivitas penghasil kerupuk, masalah disini setelah korupsi dibelanjakan ke mata uang asing dan dananya nonkrong di luar negeri (yang biasanya kita dengar pelarian dana ke luar negeri).
Perilaku korupsi juga macam-macam tetapi secara garis besarnya antara lain:
1.Menggembungkan jumlah budget, misal : seharusnya Rp. 100 juta,- dinaikan menjadi menjadi Rp. 300 juta, itu yang dikenal sebagai tindakan ‘mark up’.
2.Menciptakan ‘biaya siluman’, artinya membuat-buat sesuatu proyek rekayasa tetapi cuma di atas kertas tidak ada implementasinya.
3.Menguasai sesuatu bukan sesuai kemampuannya dan legal tetapi dikarenakan memiliki hak/wewenang yang besar secara legitimate.
II. Eksploitasi sumber daya alam untuk kepentingan dalam negeri/rakyat
Terasa sulit dalam mimpi ini karena sudah banyak ahlinya tetapi terasa belum optimal, kenapa? Melihat sektor pertambangan, perikanan, peternakan, pertanian dan perkebunan yang notabene kita (Indonesia) sangat kaya tetapi masih tetap ‘rugi’ kok bisa? Sebenarnya semua sudah ada mekanisme yang baik tetapi munculnya tangan-tangan jahil, kembali lagi ke point I seorang koruptor.
Pertambangan.
Dalam segmen pertambangan cukup luas seperti migas, batubara, logam mulia, dan lain-lain. Disini saya hanya mencontohkan sekelumit mengenai migas. Migas kalau diolah benar-benar dan hasilnya dijual sesuai dengan standar harga OPEC apakah bisa merugi? Investasi perkilangan minyak kalau benar nilai investasinya dan dihitung break even pointnya secara benar, apakah bisa merugi? Muncul kerugian pasti bisa karena meleset dari ‘forecasting’ tetapi masih bisa dipertanggungjawabkan, kalau kerugian sampai dengan jumlah yang sangat besar, tentu secara akal sehat ada pihak yang ‘bermain’.
Perikanan
Apakah nelayan-nelayan kita sudah dibekali dengan kapal dan peralatan yang standar/memadai? Banyak kita dengar kalau hasil laut kita dicuri oleh nelayan negara tetangga, bagaimana sistem ZEE kita? Dan juga bila kita melihat kapal-kapal mereka, apakah kapal nelayan kita sepadan? Bagaimanapun dari mimpi ini kita menharapkan sebuah lembaga mungkin koperasi yang bisa memberikan kredit kepemilikan kapal dan peralatan yang modern maupun pembelian harga ikan yang standar, bisakan bila para nelayan diberi harga tangkapan ikannya bila sesuai standar harga ikan ekspor ya diberi harga yang layak, jangan sampai cukong-cukong saja yang terus menggembung kantongnya, bandingkan aja harga ikan tuna di pasar dengan di Jepang? Apakah tidak ada sistem yang bisa mengayomi nelayan?
Peternakan
Banyak sekali hasil dari petenakan kita seperti daging sapi, susu, telur, ayam dan sebagainya. Sebuah dilematis kalau kita lihat Mac Donald ataupun Kentucky Fried Chicken dengan penjualan daging ayamnya terbesar bisa menjadi sebuah perusahaan papan atas tetapi nasib peternak ayam masih masuk golongan papan bawah. Apa yang terjadi? Kenapa petani penghasil bahan baku kurang bernasib ‘baik’? Kembali lagi bila kita mau menengok apa yang terjad, mereka bukan menjadi pemegang harga melainkan para distributor daginglah yang mematok harga beli dari petani dan seenaknya dalam mematok harga jual ke konsumen. Disini regulasi perlu ditangani lebih serius sehingga nasib dari para petani terangkat.
Pertanian dan perkebunan
Kita sering mendengar banyak petani kita miskin, kenapa? Negara pertanian/agraris kok produsennya/petaninya miskin? Alam kita dengan iklim tropis jelas sangat menunjang, keahlian petani kita cukup memadai apalagi ilmu turun temurun, adakah yang salah? Saya berpendapat infrastuktur, permodalan dan fasilitasnya yang kurang memadai, sekali lagi regulasi sudah ada dan bagus sekiranya, cuma kembali muncul tangan-tangan jahil. Kenapa beras kita masih import? Produksinya kurang? Bagi saya yang awam hal itu bukan pemecahan yang rumit, dilihat dari jumlah sawah per hektarnya per produksi jelas mencukupi, yang kurang apa? Jelas disini bibit, pupuk dan obat anti hamanya yang kurang tersedia untuk petani, kekurangan ini bukan benar-benar kurang tetapi kembali lagi ada yang ‘menahan’ sehingga akhirnya harga membumbung tinggi dan barang tidak ada di pasaran, hasil panen oleh petani sebagian besar jatuh ke tangan tengkulak. Pemechan ini sebenarnya sudah ada dengan munculnya koperasi dan kredit untuk petani (sistem sudah tersedia) tetapi dalam pelaksanaannya yang masih perlu penanganan lebih serius. Bukan saja beras, tetapi masih banyak hasil pertanian dan perkebunan seperti lombok, cengkeh, kelapa, dan lain-lain yang sebenarnya bisa membuat para petani kita makmur (contoh: harga lombok dipasaran yang cukup tinggi) tetapi petani lombok masih saja susah..
Meletakkan fundamental dalam negeri yang kuat, meningkatkan kinerja dari pelaku/produsen kemudian peningkatan produksi untuk mencukupi dalam negeri sekaligus ekspor.
III. Cintailah produk dalam negeri.
Sering kita mendengar cintai produk dalam negeri tetapi apa yang telah kita lakukan? Membeli produk made in luar negeri dengan alasan gengsi, lebih berkualitas, biarpun mahal. Tapi kita kurang mau mencermati, tahukah kita semua banyak barang-barang terutama pakaian dan sepatu berlabel made in luar negeri tapi sebenarnya pabriknya ada di indonesia? Bahkan kita membeli barang ‘tembakan’/KW hanya untuk mempunyai barang ‘branded’ serupa, biar menambah penampilan saja. Mestinya kita sadar bila seorang produsen tidak memiliki bahan baku dimana bahan baku (raw materials) tersebut bahkan barang setengah jadi (work in process) maupun barang jadi (finish goods) dari negara kita, itu artinya produk dalam negeri kita setara dengan mereka. Banyak sekali industri kecil/home industri di negara kita seperti penghasil dari kulit (sepatu, sandal, tas, ikat pinggang, dompet) di cibaduyut (Jawa Barat) maupun Tanggul Angin (Jawa Timur), celana jean’s di Bandung (Jawa Barat), kerajinan perak di Kota Gede (DIY), Kaos Joger di Bali, dan lain lain itu semua juga sudah mendunia. Bila kita bicara kuliner, banyak sekali jajan pasar seperti onde-onde, jenang, gethuk, dan lain-lain disukai oleh manca negara, sebagai contoh ayam bakar ‘wong solo’ apakah kalah lezat degan Mac Donald/Kentucky?. Kembali lagi kesadaran kita mau menghargai dan menggunakan apa yang diproduksi di dalam negeri itu dapat menyumbangkan penghasilan/pendapatan negara bisa via pajak maupun devisa negara (penjualan ekspor). Secara tidak langsung itu membuat stabilitas ekonomi makro negara kita.
IV. Taat Pajak.
Pajak termasuk sumber penghasilan yang cukup signifikan bagi sebuah negara selain devisa.. Kembali lagi pajak oleh negara digunakan untuk membuat fasilitas-fasilitas umum seperti jalan raya, listrik, telepon, saluran air, maupun kegiatan-kegiatan sosial seperti penyuluhan, pembuatan kantor-kantor pemerintahan dan lain sebagainya. Bagaimana kondisi sebuah negara kalau saja warga negaranya ‘ngemplang’ pajak?
Dari uraian di atas dapatlah kita mewujudkan ‘mimpi’ Indonesia menjadi negara adi daya sebenarnya cukup lugas, tidak perlu ruwet dan jelimet dengan diwali dari diri kita secara pribadi, istri dan anak-anak kita (mulai dari keluaraga kita masing-masing) -- sebuah pepatah mengatakan: ‘Keluarga yang kuat/bersih membentuk negara yang kuat/bersih’. Katakan tidak untuk korupsi dan tersedianya regulasi-regulasi yang jelas, terarah dan terpadu dari pusat/pembuat sampai pelaku/enduser tanpa ada penyimpangan/distorsi. Dua hal yang nampaknya jelas dan mudah, tetapi kenapa dalam pengejawantahannya terjadi carut marut? Kembali lagi kalau mau terus ditarik ke intinya tentunya sikap mental per individual sebagai kunci tercapainya ‘mimpi’ ini.
Sekian dari saya, sekiranya saya sebagai rakyat dengan pendidikan yang pas-pasan, tanpa keinginan untuk menggurui dan tanpa pula untuk menyudutkan, sekali lagi ini’mimpi’ tetapi besar kiranya harapan dari tulisan ini bisa minimal untuk mengoreksi diri dan bisa menjadikan momentum menjadi Inonesiaku pasti jaya, Indonesiaku menjadi adi daya.
saya suka dengan tulisan blog anda tentang " BERMIMPIKAH INDONESIAKU MENJADI NEGARA ADI DAYA?"
ReplyDeleteartikelnya nya bagus dan bermanfaat.
Nice post
kata-katanya memotivasi, semoga banyak yang termotivasi dan terwujudlah negara adi daya untuk indonesia. amin
ReplyDeletenice gan iartikelnya
ReplyDeletemoga makin maju blognya
menurut ane indonesia masih jauh dri syarat2 yg agan jelaskan
ReplyDeleteartikelnya sangat bagus sangat menginspirasi, tetapi sangat susah untuk menjadikan negara ini seperti yang ada di artikel ini, sebelum masyarakatnya yang sadar dengan sendirinya
ReplyDeleteJudulnya keren bikin saya tertarik untuk baca . Kita doakan saja mudah mudahan negara kita bisa seperti apa yg saya baca di artikel ini
ReplyDelete