Jadi ketua siapa sih yang nggak mau? Semua pasti mau kan? Bisa perintah sana-sini ke anak buah untuk mengerjakan sesuatu dan kita hanya mengawasi mereka bekerja. Namun ada jabatan ketua yang tidak bisa seperti itu, yaitu ketua kelas.
Secara logika, ketua kelas harusnya hanya menginformasikan suatu kegiatan pada teman-temannya lalu ketua kelas lah yang bertanggung jawab soal jadwal, memimpin diskusi kegiatan, dan menjadi perantara antara guru dan murid. Namun, kenyataan yang terjadi tidak seperti itu.
Saya melihat beberapa teman yang menjadi ketua kelas di sekolah, ternyata malah jadi pembantu atau bahkan terkesan babu untuk teman-temannya, dan jika ada segala sesuatu yang salah maka ketua kelas menjadi sasaran utama untuk disalahkan. Salah satu contohnya adalah ketika ketua kelas ditunjuk untuk mengumpulkan tugas dengan deadline tertentu. Sang ketua sudah menggunakan berbagai cara untuk mengumumkan dan mengingatkan teman-temannya agar segera mengumpulkan tugas, mulai dari berbicara lisan sampai menulis di papan tulis setiap hari. Lalu hasilnya? Sampai tanggal yang ditentukan ternyata hanya 2 dari 4 kelompok yang mengumpulkan, dan anda tahu mereka menyalahkan siapa? Ketua kelasnya.
Apa yang diserang? Yaitu cara pengumpulan tugasnya. Sang ketua hanya memiliki akun email untuk menerima tugas, namun teman-temannya ngotot untuk menggunakan sosial messaging kesayangan mereka agar lebih praktis. Egois bukan? Padahal kalau mereka punya akun sosial messaging, harusnya juga punya akun email kan? Sialnya lagi, gurunya sangat kaku dan hanya memandang kalau kemampuan manajemen ketuanya sangat buruk.
Ada lagi kasus yang lebih aneh, yaitu saat pengumpulan rapor. Seperti yang anda tahu kalau rapot memiliki ketebalan yang lumayan bukan? Rapor harus dikumpulkan ke ketua kelas terlebih dahulu sebelum diserahkan ke wali kelas. Jujur saja, baru kali ini saya tahu kalau rapor harus dikumpulkan ke ketua kelas dulu. Kalau semuanya mengumpulkan dalam waktu 1 hari, tidak masalah, tapi bagaimana kalau yang mengumpulkan sedikit demi sedikit. Mau sampai kapan ketuanya membawa-bawa rapor teman-teman?
Yang lebih konyol lagi, gurunya tidak mau tahu hal itu. Pokoknya harus jadi satu di ketua kelas dulu baru diserahkan. Sialnya, ada 1 orang yang rapornya masih digunakan untuk pendaftaran perguruan tinggi. Mau sampai kapan?
Bukankah lebih terlihat seperti babu daripada pemimpin? Salah satu parahnya, ketua kelas tidak mempunyai hak untuk menjatuhkan hukuman bagi pelanggar. Mungkin saya lebih suka menyebutnya sebagai babu kelas daripada ketua kelas. Mengingat fungsinya benar-benar tidak terlihat seperti ketua.
Post a Comment for "Ketua Kelas, Pemimpin Atau Pembantu Kelas?"
No spam please! Be a good netizen. Komentar dengan link aktif akan dihapus oleh admin blog.